BIOELEKTRIK
Listrik berperan penting di dalam kontrol sistem fungsi tubuh
manusia. Muatan listrik menentukan respon seluler terhadap stimulasi, meliputi resting
state, treshold
state, active state. Resting state adalah respon dasar sel saat besar stimulasi di
bawah batas minimum aktifasi sel; threshold state adalah respon sel saat besar stimulasi mencapai
batas minimum aktifasi sel; active state adalah respon sel saat besar stimulasi melebihi
batas minimum aktifasi sel. Bentuk aktifasi sel beragam, bergantung jenis dan
fungsi sel, contoh : sel endokrin mensekresi hormone, sel B limfosit mensekresi
antibodi, sel makrofag yang melakukan fagositosis dan sel otot yang
berkontraksi.
Listrik dapat tercipta manakala terdapat perbedaan muatan listrik
antara satu bagian tertentu dengan bagian yang lain. Di dalam tubuh manusia,
kita mengenal dua bagian kompartemen besar yang berisi cairan. Bagian yang
terletak di dalam sel, dibatasi oleh membran sel disebut cair intra sel (cis).
Sedangkan bagian yang terletak di luar sel disebut dengan cair ekstra sel
(ces). Komponen penyusun cis dan ces sebagian besar adalah elektrolit yang
mengandung ion bermuatan listrik. Semakin besar perbedaan
muatan listrik antara cis dan
ces, semakin besar pula potensi listrik yang dihasilkan. Perbedaan muatan listrik antara cis dan
ces inilah yang disebut dengan beda potensial membran.
Komposisi di dalam cis dan ces bersifat dinamis dan selalu
berubah, mengingat kedua kompartemen tersebut saling berhubungan. Pada saat resting, komposisi ion cis dan ces menghasilkan bedaan
muatan listrik, dimana muatan listrik cis lebih kecil dibandingkan dengan
muatan listrik ces. Beda potensial tersebut terukur dengan galvanometer menghasilkan
nilai negatif (pada sel syaraf = -70 m volt). Nilai negatif mengisaratkan bahwa
muatan listrik cis kurang 70 volt daripada ces. Artinya, muatan positif relatif
lebih
banyak pada ces, sedangkan muatan negatif relatif menumpuk di cis.
Perbedaan inilah yaang kemudian disebut dengan resting
membrane potensial (RMP)
Ion
Ekstraselullar (ces) Intrasellular (cis) Cenderung
Plasma Interstisial
Na + 142 139
14
Masuk
Ca ++ 1,3 1,2
<<< Masuk
K + 4,2
4 140 Keluar
CL - 108
108 <<<
/ 4 Masuk
Beda potensial membran pada saat resting (RMP) menunjukan potensi arah kecenderungan ion
untuk bergerak. Potensi tersebut terbatasi oleh keberadaan membran sel yang
bersifat semipermeable. Ion yang cenderung bergerak masuk atau keluar sel harus
melewati membran sel, sayangnya ion tidak dapat menembus membran sel. Ion hanya
dapat melewati membran sel melalui kanal khusus yang terbuka atau tertutup oleh
pemicu listrik ligand gated channel atau pemicu kimia ligand gated channel. Potensi
pergerakan ion (muatan listrik) melintasi membran dapat dipahami
sebagai penjabaran Hukum Coulomb yang menyatakan bahwa gaya tarik (F) yang
diciptakan oleh RMP adalah berbanding lurus dengan besar muatan ion (Q) yang
berada di cis maupun di ces dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r2)
antara cis dan ces. Fenomena ini disebut dengan bioelektrostatika.
Kuadrat jarak antara cis dan ces dipahami sebagai tebal membran
sel; semakin tabal membran sel maka semakin kecil gaya tarik (F) yang
ditimbulkan, artinya potensi listrik statis juga semakin kecil. Sel cenderung tidak
mudah dirangsang atau kurang sensitif. Contoh adalah sel syaraf yang
berselubung myelin pada bagian aksonya.
Selubung myelin menyebabkan ketebalan membran akson syaraf bertambah sehingga
pada bagian yang terdapat myelin, akson syaraf menjadi kurang sensitif atau
tidak mudah dirangsang.
Potensial
aksi
Potensi listrik statik pada membran (RMP) dapat berubah dinamik
saat potensial aksi terjadi. Potensial aksi merupakan rangkaian persitiwa yang
terjadi akibat beda potensial membran distimulasi. Potensial aksi hanya akan
muncul bila terdapat stimulus atau rangsangan yang adekuat atau lebih untuk
membuka voltage gated ion channel. Setiap channel memiliki nilai ambang
kepekaan (firing level/ treshold) yang berbeda. Respon sel yang mendapatkan stimulasi sampai betas
minimal, disebut treshold state dan yang mendapatkan stimulasi melebihi batas minimal, disebut active
state (potensial aksi).
Potensial aksi dimulai dengan depolarisasi membran, yang berarti peniadaan atau berkurangnya
polarisasi (beda potensial) antara cis dan ces. Bila RMP terukur adalah -70 mv,
maka stimulasi yang adekuat merubah beda potensial membran dari -70 mv menjadi lebih
kecil hingga mendekati nol. Penurunan beda potensial disebabkan oleh pembukaan kanal
ion natrium (Na+). Sensor listrik kanal ion natrium peka terhadap
beda potensial yang paling kecil, sehingga kanal ion natrium terbuka pertama
kali setelah sel distimulasi. Kanal ion natrium yang terbuka menyebabkan
pergerakan masuk (influx) ion natrium menjadi nyata. Influx ion natrium membawa
masuk muatan positif ke dalam cis menjadi lebih positif, sehingga beda
potensial antara cis dan ces berkurang mendekati nol. Depolariasi membran akan
berhenti manakala beda potensial membran telah mencapai nilai ambang dari
sensor kanal ion kalium dan chlor. Nilai ambang sensor kanal ion chlor
menghendaki beda potensial yang lebih kecil dibandingkan kanal ion kalium sehingga
kanal ion chlor terbuka terlebih dahulu. Kanal ion chlor yang terbuka membawa masuk
sejumlah muatan negatif ke dalam sel (cis) sehingga menambah beda potensial membran.
Dengan demikian beda potensial yang semula mengecil akibat depolarisasi, kembali
meningkat akibat pembukaan kanal ion chlor. Beda potensial yang kembali meningkat
sampai pada nilai ambang kanal ion kalium, maka kanal tersebut akan terbuka dan
membawa keluar muatan positif dari dalam sel. Negatifitas muatan di dalam sel meningkat
kembali dan polarisasi membran pun bertambah mendekati kondisi semula. Hal inilah
yang disebut dengan fenomena repolarisasi, artinya polarisasi membran kembalipada
kondisi semula.
Repolarisasi terkadang melebihi potensial membran saat resting
(RMP) sehingga sejumlah ion natrium dan chlor terjebak di dalam sel sedangkan
ion kalium terjebak di luar sel. Fenomena ini sering disebut dengan positive
after potential. Upaya untuk mengembalikan
komposisi ion seperti semula tidak mudah, karena sel harus mengaktifkan pompa
ion yang mentransport secara aktif dengan bantuan ATP (Na K ATP ase).
Semakin besar beda potensial
membran (polarisasi membran), semakin sensitif sel tersebut. Pada kondisi
potensial membran yang besar dibutuhkan stimulus yang besar pula untuk memicu
depolarisasi. Beda potensial membran yang melebihi RMP disebut dengan hiperpolarisasi,
sedangkan beda potensial yang kurang dari RMP disebut dengan hipopolarisasi.
Selama potensial aksi terjadi, sel menjadi kurang sensitif
terhadap rangsangan. Periode penurunan sensitifitas ini disebut dengan periode
refrakter. Periode refrakter terbagi menjadi periode refrakter absolut dan
relatif. Periode refrakter absolut menggambarkan kondisi sel tak dapat
dirangsang kembali walupun dengan stimulus yang lebih besar. Sedangkan periode
refrakter relatif menggambarkan sel masih dapat
depolarisasi kembali bila stimulus yang diberikan lebih besar.
Periode refrakter absolut terjadi sejak nilai ambang tercapai
hingga depolarisasi berlangsung. Sedagkan periode refrakter relatif terjadi
saat repolariasasi berlangsung hingga melewati nilai ambang semula. Stimulus
yang lebih besar diberikan pada saat periode refrakter berpotensi menghasilkan
potensial aksi yang lebih besar dari sebelumnya.
Pada otot jantung dan otot polos tipe single unit terdapat
fenomena plateau. Feomena plateau merupakan perlambatan dari fase relaksasi.
Hal ini dimungkinkan terjadi bila :
1. terjadi perlambatan pembukaan kanal ion kalium
2. terjadi pembukaan dari slow natrium-calcium channel yang hanya
terdapat di membran sel otot jantung. Respon dari kanal ion ini terlambat,
dimana kanal baru terbuka setelah depolariasasi berlangsung.
Plateau memperpanjang periode refrakter sehingga otot jantung
tidak mudah mengalami tetani meskipun diberikan rangsangan berulang dengan
intensitas yang meningkat.
Propagasi
impuls
Potensial aksi yang terjadi akan ditularkan pada bagian lain dari
membran ke segala arah. Peristiwa ini disebut dengan propagasi atau konduksi.
Propagasi tidak akan berhenti hingga seluruh membran mengalami potensial aksi. Propagasi
menyebabkan potensial aksi yang semula bersifat lokal berjalan dan
menjalar menjadi arus listrik. Arus listrik (I) berbanding lurus
dengan besar potensial aksi (V) yang terjadi dan berbanding terbalik dengan
besar hambatan (R). Besar hambatan (R) bergantung pada kualitas membran sel,
seperti ketebalan membran, konduktifitas membran dan jumlah protein membran.
Perekaman
aktifitas listrik
Aktifitas listrik tubuh dapat direkam dan diamati dengan
menggunakan alat khusus yang disebut EEG, EMG dan EKG. EEG (encephalography)
adalah alat yang dapat merekam akifitas listrik otak, sedangkan EMG
(elektromyography) merupakan alat perekam aktifitas listrik otot rangka. EKG
(elektrocardiography) merekam aktifitas listrik jantung.
Upaya merekam aktifitas listrik tubuh dilakukan dengan menggunakan
tranducer. Tranducer merupakan bahan tertentu yang bersifat konduktan listrik
dan mampu mengubah energi listrik menjadi bentuk lain, seperti kinetik atau
termal. Aktifitas listrik yang ditangkap oleh tranducer kemudian diamplifikasi
dengan tujuan memperbesar sinyal yang ditangkap sehingga dapat diamati dengan
lebih jelas. Secara umum alat EEG, EMG dan EKG menggunakan prinsip kerja
tranduksi dan amplifikasi ini. Penggunaan alat perekam aktifitas listrik tubuh
dalam praktek medis ditujukan untuk membantu diagnosis kelainan yang terjadi
dan terapi. EKG misalnya, merupakan standar emas di dalam penegakan diagnosis
berbagai kelainan jantung, seperti : infarc myocard acute (IMA) dan blokade
impuls.
Khusus EKG, perekaman menggunakan lebih dari satu elektroda
tranducer, yaitu terdiri dari tiga elektroda extremitas dan enam elektroda yang
diletakan di dinding dada. Perekaman EKG dapat menentukan beda potensial pada
satu titik kedudukan (unipolar) dan beda potensial antara dua titik kedudukan
(bipolar). Beda potensial bipolar yang diukur adalah antara tangan kanan dengan
tangan kiri (lead I), tangan kanan dengan kaki kiri (lead II) dan tangan kiri
dengan kaki kiri (lead III).
Hukum elektrodinamika :
I = V/R atau V = R I
Hasil pengukuran beda potensial lead I menunjukan tangan kanan
lebih negatif dibandingkan tangan kiri. Sedangkan pada lead II menunjukan
tangan kananlebih negatif dari kaki kiri dan pada lead III tangan kiri lebih
negatif daripada kaki kiri. Dengan demikian arah vektor lead II adalah resulatante
dari lead I dan lead III. Dasar perekaman EKG adalah propagasi impuls
depolarisasi dan repolarisasi. Arah propagasi depolarisasi dan repolarisasi
pada umunya tiap sel adalah bolak-balik, namun khusus pada sel jantung arah
propagasi satu arah. Kekhasan otot jantung yang lain adalah memiliki serabut
konduksi tersendiri, yaitu : sa node, av node, bundle of his dan serabut purkinje.
Hasil rekaman EKG merupakan resultante dari arah propagasi impuls
yang merujuk dari sa node menuju ke apex jantung. Defleksi positif ditunjukan
bila arah propagasi mendekati elektroda, sedangkan defleksi negatif muncul bila
arah propagasi menjauhi elektroda. Elektroda yang dilalui oleh propagasi impuls
akan menghasilkan bentukan bifasik.
Model EKG normal adalah hasil rekaman dari elektroda lead II. Hal
ini didasarkan pada arah vektor lead II yang searah dengan propagasi impuls
jantung. Rekaman EKG normal dari lead II terdiri dari gelombang p, kompleks qrs
dan gelombang t. Gelombang p menunjukan depolarisasi atrium, sedangkan kompleks
qrs menggambarkan depolarisasi ventrikel dan gelombang t menggambarkan
repoalrisasi ventrikel. Fase repolarisasi atrium tidak nampak oleh karena
bersamaan dengan depolarisasi ventrikel.
Interval antar gelombang menunjukan kualitas konduksi impuls. RR
interval mewakili jedah waktu antara satu impuls dengan impuls berikutnya dan
mewakili kualitas dan frekuensi irama jantung. PR interval mewakili kualitas
konduksi impuls dari sa node melewati av node hingga mencapai dinding ventrikel
mengalami depolarisasi. Lebar kompleks qrs menggambarkan periode depolarisasi
dinding ventrikel. Sedangkan ST segment adalah waktu yang dibutuhkan dari
peralihan fase depolarisasi ventrikel menjadi
repolarisasi ventrikel. Interval yang memanjang menunjukan
kualitas konduksi yang memburuk, misalnya blokade pada salah satu serabut
konduksi. Hasil rekaman EKG di luar lead II merupakan hasil rekaman yang khas
pada lokasi perekaman dimana elektroda diletakan. Pembacaan hasi rekaman
tersebut perlu
mempertimbangkan posisi elektroda dan memahami arah propagasi
impuls dan vektor jantung.
Comments