KESEPAKATAN DUNIA UNTUK MENGATASI GLOBAL WARMING
1.
DEFINISI
GLOBAL WARMING
Pemanasan global atau global warming merupakan kejadian
meningkatnya temperatur atmosfer,
laut, dan daratan bumi. Pada saat ini telah meningkat dari 15OC
menjadi 15.6OC. Hasil yang lebih akurat oleh stasiun meteorologi dan
juga data pengukuran satelit sejak tahun 1957, menunjukkan bahwa sepuluh tahun
terhangat terjadi setelah tahun 1980. Secara kualitatif nilai perubahan
temperature rata-rata bumi ini kecil tetapi dampaknya sangat luar biasa
terhadap lingkungan.
Bumi yang lebih hangat dapat
menyebabkan terjadinya perubahan siklus hujan, kenaikan permukaan air, dan
beragam dampak terhadap tanaman, kehidupan, dan manusia. Ketika para ahli ilmu
pengetahuan berbicara mengenai permasalahan perubahan iklim yang menjadi pusat
perhatian adalah pemanasan global yang disebabkan ulah manusia mungkin sulit
untuk dibayangkan bagaimana manusia dapat menyebabkan perubahan pada iklim di
bumi namun para ahli sepakat bahwa ulah manusialah yang memacu besarnya jumlah
gas rumah kaca dilepaskan ke atmosfir dan menyebabkan bumi lebih panas. Dahulu
semua perubahan iklim berjalan secara alami tetapi dengan adanya revolusi
industri, manusia mulai mengubah iklim dan lingkungan tempatnya hidup melalui
tindakan-tindakan agrikultural dan industri. Revolusi industri adalah saat
dimana manusia mulai menggunakan mesin untuk mempermudah hidupnya. Revolusi ini
dimulai sekitar 200 tahun lalu dan mengubah gaya hidup manusia. Sebelumnya, manusia
hanya melepas sedikit gas keatmosfir, namun saat ini dengan bantuan pertumbuhan
penduduk, pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, manusia
mempengaruhi perubahan komposisi gas di atmosfir. Semenjak revolusi industri, kebutuhan
seperti energi yang kita butuhkan untuk membuat pekerjaan rumah, datang dari
makanan yang kita makan. Tetapi energi lainnya, saperti energi yag digunakan
untuk menjalankan mobil dan sebagian besar energi untuk penerangan dan pemanasan
rumah, dari bahan bakar seperti batubara dan minyak bumi atau lebih dikenal
sebagai bahan bakar fosil karena terjadi dari pembusukan fosil makhluk hidup. Pembakaran
bahan bakar fosil ini akan melepaskan gas rumah kaca ke atmosfir.
Faktor penyebab global warming antara lain:
a. Ozon (menipis/
berlubang)
b. Efek Rumah Kaca
c. Kebakaran
Hutan/Tanaman
d. Penggunaan Gas Bumi
(BBM)
2.
KESEPAKATAN DUNIA UNTUK MENGATASI
GLOBAL WARMING
Pemanasan global (global warming) semakin hangat
dibicarakan. Karena pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim (climate
change) yang akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Pemicu pemanasan
global utamanya adalah meningkatnya emisi karbon akibat penggunaan energi fosil
(bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya). Penggunaan energi fosil akan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2) yang merupakan sumber utama
meningkatnya emisi karbon di udara.
2.1.
COP DAN UNFCCC
Conference of the Parties (COP) atau
Konferensi Para Pihak adalah otoritas tertinggi dalam kerangka kerja PBB
tentang Konvensi Perubahan Iklim. United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang merupakan asosiasi para pihak dalam meratifikasi konvensi yang
bertanggung jawab menjaga konsistensi upaya international dalam mencapai tujuan
utama konvensi yang mulai ditanda tangani pada bulan Juni 1992 di Rio De
Jeneiro – Brazil dalam KTT Bumi.
Tujuan yang paling utama dari pembentukan konvensi perubahan iklim
tersebut adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga konsentrasi
gas-gas tersebut tidak melampaui batas aman dan tidak membahayakan iklim dunia.
Dalam konvensi tersebut disepakati untuk membagi negara-negara yang
meratifikasi menjadi dua kelompok, yaitu negara-negara Annex I (negara-negara
maju) dan negara-negara non-Annex I (negara-negara berkembang).
2.1.1 Review Hasil COP
Ke-1 Sampai COP Ke-13
1)
COP Ke-1 di Berlin – Jerman Tahun 1995
COP ke-1
menyepakati Mandat Berlin (Berlin Mandate) yang antara lain berisi persetujuan para
pihak untuk memulai proses yang memungkinkan untuk mengambil tindakan pada masa
setelah tahun 2000, termasuk menguatkan komitmen negara-negara maju melalui adopsi
suatu protokol atau instrumen legal lainnya.
2)
COP Ke-2 di Jenewa – Swiss Tahun 1996
Hasil dari COP ke-2
adalah Deklarasi Jenewa (Geneve Declaration) yang berisi 10
butir deklarasi antara lain berisi ajakan kepada semua pihak untuk mendukung
pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan
ilmiah.
3)
COP Ke-3 di Kyoto – Jepang Tahun 1997
Hasil dari COP ke-3
adalah Protokol Kyoto (Kyoto Protocol) yang menghasilkan :
a.
Clean Development Mechanism (CDM)
• CDM ialah mekanisme
dalam membantu negara maju memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GRK.
• CDM dilaksanakan
melalui kegiatan pembangunan yang dapat mencegah, menekan dan mengurangi emisi
GRK
• Membantu negara
berkembang yang melakukan pembangunan bersih dalam upaya mencapai pembangunan
berkelanjutan sekaligus memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan
Iklim dari PBB.
b. REDD (Reducing Emission from Deforestation and
Degradation)
REDD ialah mekanisme
pemberian insentif dana dari negara industri terhadap negara berkembang pemilik
hutan
• Tiga pendekatan
sekaligus dalam REDD yakni konservasi, deforestasi, dan degradasi.
• Lokasi harus NON
hutan alam yang mengalami pembalakan atau alih guna lahan yang dihutankan
kembali mulai 1990 misalnya lahan budidaya pertanian dan hutan rakyat
4)
COP Ke-4 di Buenos Aires – Argentina Tahun
1998
Hasil dari COP ke-4
adalah Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action – BAPA).
Merupakan COP pertama yang dilangsungkan di negara berkembang. Bertujuan
merancang tindak lanjut implementasi Protokol Kyoto mengenai tenggat waktunya, terutama yang berhubungan
dengan alih teknologi dan mekanisme keuangan khususnya bagi negara-negara berkembang. Dalam
BAPA, para pihak mengalokasikan tenggat waktu dua tahun untuk memperkuat komitmen
terhadap konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksanaan Protokol Kyoto.
5)
COP Ke-5 di Bonn – Jerman Tahun 1999
Hasil dari COP ke-5
adalah merumuskan periode implementasi BAPA yang berisi pertemuan pertemuan
teknis yang relatif tidak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan besar.
6)
COP Ke-6 di Den Haag – Belanda Tahun 2000
Disebut sebagai malapetaka negosiasi dalam sejarah penyelenggaraan COP karena tidak satupun
implementasi BAPA yang berkaitan dengan pengoperasian Protokol Kyoto, yang
merupakan agenda utama COP ini dapat disepakati. Hasilnya adalah
penundaan COP ke-6 dan dilanjutkan pada COP ke-6 bagian II yang diselenggarakan
di Bonn – Jerman.
7)
COP Ke-6 Bagian II di Bonn – Jerman Tahun 2001
COP ke-6 Bagian II
menghasilkan Kesepakatan Bonn (Bonn
Agreement) dalam rangka
implementasi BAPA. Berisi: mekanisme pendanaan
di bawah protokol dengan referensi beberapa pasal Protokol Kyoto, membentuk
dana baru di luar ketentuan konvensi bagi negara berkembang, dan membentuk dana
adaptasi dari Clean Development Mechanism (CDM).
8)
COP Ke-7 di Marrakesh – Maroko Tahun 2001
COP ke-7 menghasilkan Persetujuan Marrakesh
(Marrakesh Accord). Tujuan utama COP ke-7 adalah menyelesaikan persetujuan
mengenai rencana terinci tentang cara-cara penurunan emisi menurut Protokol Kyoto dan
untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang memperkuat implementasi
Konvensi Perubahan Iklim.
9)
COP
Ke-8 di New Delhi – India Tahun 2002
COP ke-8 menghasilkan Deklarasi New Delhi (New
Delhi Declaration). Terdiri dari 13 butir sebagai upaya untuk mengatasi
dampak perubahan iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Butir-butir tersebut antara lain : protokol Kyoto perlu segera diratifikasi
oleh pihak yang belum melakukannya dan upaya antisipasi perubahan iklim harus
diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional.
10)
COP Ke-9 di Milan – Italia Tahun 2003
Ada beberapa isu yang
dibahas dalam COP ke-9 antara lain aturan mengenai mekanisme pembangunan bersih
di sector kehutanan. Hasilnya berupa kesepakatan untuk mengadopsi keputusan
kegiatan aforestasi dan reforestasi di bawah skema Clean Development
Mechanisme.
11)
COP Ke-10 di Buenos Aires – Argentina Tahun
2004
Membahas adaptasi perubahan iklim dan menghasilkan Buenos Aires
Programme Of Work on Adaptation and Response Measures. Tujuan dari COP ini
adalah mendorong Negara maju mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk
Negara berkembang yang telah merasakan dampak buruk perubahan iklim. Amerika
Serikat menyatakan kembali bersedia membicarakan isu perubahan iklim dimana
sebelumnya AS selalu tidak percaya kepada Protokol Kyoto dan hanya bersedia
berpartisipasi dalam pertukaran informasi.
12)
COP Ke-11 di Montreal – Kanada Tahun 2005
Hasilnya
adalah Rancangan Aksi Montreal (Montreal Action Plan) yaitu para
pihak yang telah meratifikasi Protocol Kyoto akan bertemu dalam Conference of Parties Serving as Meeting
of Parties to the Kyoto Protokol (COP/MOP), sedangkan para pihak yang tidak meratifikasi
Protokol Kyoto dapat hadir
sebagai observer dalam COP/MOP tapi tidak memiliki hak
suara dalam pengambilan keputusan. Juga dihasilkan keputusan bahwa para pihak
mempertimbangkan komitmen lanjutanAnnex I untuk periode setelah tahun
2012. Isu lain yang dibicarakan adalah menyelesaikan rincian tentang bagaimana
melaksanakan Protokol Kyoto, menggalang kesepakatan diantara penanda tangan
Protokol Kyoto tentang rencana memperbesar pemotongan emisi gas rumah kaca
setelah tahun 2012.
13)
COP Ke-12 di Nairobi– Kenya Tahun 2006
Tema yang dibicarakan
adalah seputar pelaksanaan waktu dan besar target emisi komitmen periode II
setelah tahun 2012 dan kemungkinan adanya skema lain selain CDM dalam Protokol
Kyoto. Ditetapkan Five Year Programme of Work on Impacts, Vulnerability
and Adaptation to Climate Change, yang ditujukan membantu semua pihak untuk
meningkatkan pengertian dan pengkajian dampak, kerentanan dan adaptasi, serta
untuk membuat agar keputusan mengenai aksi dan tindakan adaptasi yang praktis
mendapatkan informasi yang memadai guna menanggapi perubahan iklim.
14)
COP
ke-13 di Bali - Indonesia
COP ke-13 diselenggarakan pada tanggal 3 – 14 Desember 2007 di Bali,
dengan jumlah peserta ± 10.000 orang dari 189 negara yang merupakan delegasi
resmi dari badan-badan PBB, utusan resmi pemerintah, lembaga international dan
organisasi nasional. Isu utama yang dibahas adalah reduksi emisi gas rumah kaca
dan empat isu penting perubahan iklim, yakni mitigasi, adaptasi, alih
tehnologi, dan pendanaan.
I.
Adaptasi
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk membiayai proyek
adaptasi di negara-negara berkembang melalui metode clean development
mechanism (CDM).
II.
Teknologi
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memulai program
strategis untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan
negara-negara berkembang. Tujuan program ini adalah untuk memberikan contoh
proyek yang konkrit, menciptakan lingkungan investasi yang menarik, dan juga
termasuk memberikan insentif untuk sektor swasta untuk melakukan alih
teknologi.
III.
Reducing
emissions from deforestation in developing countries (REDD)
Emisi karbon yang disebabkan karena deforestasi hutan merupakan isu
utama diBali. Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk
menyusun sebuah program REDD dan menurunkan hingga tahapan metodologi. REDD
akan memfokuskan diri kepada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya
dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan
perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Deforestasi dianggap sebagai komponen penting
dalam perubahan iklim sampai 2012.
IV.
Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC)
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk mengakui Fourth
Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) sebagai assessment yang paling komprehensif dan
otoritatif.
V.
Clean
Development Mechanisms (CDM)
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menggandakan batas
ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun.
Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara CDM ke
negara yang sebelumnya tak bisa ikut mengimplementasikan mekanisme pengurangan
emisi CO2 ini.
VI.
Negara
Miskin
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memperpanjang
mandatLeast Developed Countries (LDCs) Expert Group. Grup ini akan menyediakan
saran kritis bagi negara miskin dalam menentukan kebutuhan adaptasi. Hal
tersebut didasari fakta bahwa negara-negara miskin memiliki kapasitas adaptasi
yang rendah.
Daftar
Pustaka
Aji, Mukti. 2008. COP Ke 13 dan
UNFCCC. http://ajimukti.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Maret 2014.
Anonim. 2012. Makalah Global Warming. http:// injudanis.wordpress.com. Diakses tanggal 10 Maret 2014.
Makatita, Troy. 2011. KTT
Bumi Rio De Jeneiro. http://upsalundana.blogspot.com. Diakses tanggal 10 Maret 2014.
Comments
semoga semakin sukses....
Cari Tahu caranya di : http://www.greenwarriorindonesia.com