Makalah Pengembangan Kurikulum
PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Telaah
Kurikulum Sekolah
Pendidikan Fisika
Disusun Oleh:
MARIA
ULFA CAHYANI 110210102054
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN MATEMETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusunan
tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa
serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami
lakukan. Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai “Pengembangan
Kurikulum”.
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Pengembangan dan
Telaah Kurikulum Sekolah selaku pembimbing kami.
Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan.
Kami sadari tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan kami.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini
bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Jember,
02 Nopember 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .1
Kata
Pengantar . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Daftar Isi. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
BAB
I.
Pendahuluan
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. .4
Tujuan. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
. . . . . . . . . . . . . . .. . . . 4
Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .. . . 4
Pengertian
Kurikulum. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
. . . . . . . . . . . . . . . 5
Landasan dan Aspek Kurikulum.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . 6
Prinsip Pengembangan Kurikilum.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .15
BAB
II. Pembahasan
Komponen - Komponen
Kurikulum. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 18
Teori dan Konsep
Kurikulum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .. . . . 33
Langkah - Langkah
Pengembangan Kurikulum. . . . . . . . . . . .
. . .. . 44
Kurikulum KTSP
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . 57.
BAB
III. Penutup
Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . 64
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Pengembangan
kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah
tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum
dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di antaranya pada
pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil dari proses ini
adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen lainnya. Pandangan
tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan
fungsinya. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai seluk beluk kurikulum.
1. 2. Rumusan Masalah
1.
Apa saja komponen - komponen dari kurikulum?
2.
Bagaimana konsep dan teori kurikulum?
3.
Bagaimana langkah - langkah pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimana kurikulum KTSP berlangsung?
5.
Bagaimana langkah - langkah telaah kurikulum?
1. 3. Tujuan
1.
Menjelaskan tentang komponen - komponen dari kurikulum;
2.
Menjelaskan konsep dan teori kurikulum;
3.
Menjelaskan langkah - langkah pengembangan kurikulum;
4.
Menjelaskan tentang kurikulum KTSP berlangsung;
5.
Menjelaskan langkah - langkah telaah kurikulum.
1.4. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga
kegiatan yang tak formal. (Nasution, 2008:5)
Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3)
disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan iman dan takwa;
b.
Peningkatan akhlak mulia;
c.
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.
Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.
Tuntutan dunia kerja;
g.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.
Agama;
i.
Dinamika perkembangan global;
j.
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas
menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan
agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya,
kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab
permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan
dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
1.5. Landasan dan Aspek Kurikulum
Dalam buku ajar
Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan setidaknya mempunyai makna berikut:
1.
Landasan adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun
sebuah bangunan.
2.
Landasan adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan
titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan.
3.
Landasan adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah
teruji , yang yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam menyusun konsep, pelaksanaan
konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Landasan berarti
1)
Alas; bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dr
besi);
2)
Lapangan terbang: pesawat kami mendarat dengan selamat;
3)
Dasar; tumpuan: ~ hukum negara kita ialah pancasila dan
uud 45.
Menurut Hornby
c. s dalam “The Advance Learner’s
Dictionary of Current English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan
definisi landasan sebagai berikut: “Foundation
… that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the
foundations of religious belief; the basis or starting point…”.
Jadi menurut
Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu
prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar
atau titik tolak.
Dengan demikian
landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu
asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
Landasan
pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila
kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan
landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi
goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula
halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka
kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan
adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Ada empat
landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Landasan
Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
·
Landasan Filosofis
Filosofis artinya
berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa yunani,
yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan
sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara
harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat
sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang
aspek kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat
adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang
hakikat sesuatu. Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas
tentang apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran filsafat yang
masing-masing dengan dasar pemikiran sendiri, berikut adalah beberapa aliran
dalam filosofis pendidikan:
a. Aliran Perennialisme
Aliran ini
bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang
abadi, universal dan absolut atau perennial. Kurikulum yang diinginkan oleh
aliran ini terdiri atas subyek atau mata pelajaran yang terpisah sebagai
disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata
pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual
seperti matematika, fisika, kimia, biologi yang diajarkan, sedangkan yang
berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya
dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena
memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh
bagi studi diperguruan tinggi.
b. Aliran
Idealisme
Filsafat ini
berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari tuhan. Boleh
dikatakan semua agama menganut filsafat idealisme. filsafat ini umumnya
diterapkan disekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan
mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya
disiplin termasuk ketat, pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat
dikeluarkan dari sekolah. namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan
dengan menetukan satandar mutu yang tinggi.
c. Aliran Realisme
Filsafat
realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan
penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa
dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan
hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
d. Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga
disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran
adalah buatan manusia berdasarakan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran
adalah tentatif (sementara) dan dapat berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam
arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh
bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan secara
fungsional dalam memecahkan masalah.
e. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini
mengutamakan individu sebagai aktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma
hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun
dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah
menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan
eksistensialisme mendidik anaka aggar menentukan pilihan dan keputusan sendiri
dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil
keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala
kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dll dari pihak luar. Anak harus
mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya
sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian
nasional.
·
Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari
perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu: Setiap anak
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang
bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang nersifat akademik. Bagi anak
yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung
pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi
yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi atau
teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga
rumpun yaitu:
1)
Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori
ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi atau
daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti
potensi/daya mengingat, daya berpikir daya mencurahkan pendapat daya mengamati,
daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Karena itu pengertian mengajar
menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya- daya itu, cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2)
Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori
Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement
(Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa
individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan
oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori
Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi.
Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan
upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3)
Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini
mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan
secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
·
Landasan Sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar
individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam
kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam
lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya
kepada kita.
Tiap masyarakat
memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan
tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari
kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang
menjadi pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan
tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan
salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
Ada beberapa
faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyrakat,
antara lain ;
a. Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan
masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu lembaga
pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat
dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
b. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masayarakat
adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan
perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar
generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar
generasi dapat teratasi.
c. Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud
dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di
rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan
agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
·
Landasan Organisatoris
Landasan ini
berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum perlu di
susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada
tiga tipe bentuk kurikulum:
a.
Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah (separated subject
curriculum)
b.
Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
sejenis di hubung-hubungkan (Correlated
curriculum)
c.
Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua
mata pelajaran (integrated curriculum)
Dalam hal ini, Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan
kurikulum, yaitu:
(1)
Filosofis;
(2)
Psikologis;
(3)
Sosial-budaya;
(4)
Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum
menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan
masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik
berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan
dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan dengan
perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar
masyarakat.
Israel Scheffer
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian,
kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global.
·
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad
pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui
belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi
untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
1.6. Prinsip
Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang
dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip
baru.
Oleh karena itu,
dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi
penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di
lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali
prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal
ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
a.
Prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, dan efektivitas;
b.
Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip
berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan
pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan
kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep
Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan
kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi;
Secara internal
bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum
(tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal
bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi
peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas;
Yaitu dalam
pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur
dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang
selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas;
Yakni adanya
kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang
di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang
pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi;
Yakni
mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya,
dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga
hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas;
Yakni
mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. KOMPONEN
- KOMPONEN KURIKULUM
Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses apendidikan, yakni merupakan
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat
pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling
mendukung satu sama lainnya. Para pemikir pendidikan seperti Subandijah, Soetopo,
soemato dan Nasution mempunyai ragam dalam menentukan jumlah komponen tersebut,
meskipun pada dasarnya pemahaman dan pengertiannya hampir sama.
Subandijah (1993) membagi komponen kurikulum antara lain: tujuan, Isi atau
materi, Organisasi atau strategi, Media, daan Komponen proses belajar mengajar.
Sedangkan yang dikategorikan komponen penunjang kurikulum mencakup: Sistem
administrasi dan supervisi, Pelayanan bimbingan dan penyuluhan dan Sistem
evaluasi.
Kemudian Soetopo dan Sumato (1993) membagi komponen kurikulum ke dalam 5
komponen, yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Isi dan struktur program,
3.
Organisasi dan strategi,
4.
Sarana
5.
Evaluasi.
Nasution (1993) membagi komponen kurikulum menjadi tiga, yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Bahan belajar mengajar,
3.
Penilaian.
Berikut ini akan diuraikan secara beberapa komponen
tersebut:
A.
Komponen Tujuan
Tujuan kurikulum mengacu kearah pencapaian tujuan
pendidikan nasional, ditetapkan dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta
didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional khususnya dan menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas umumnya.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan
domain-domain anak didik diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau
dibuat secara berurutan tujuan pendidikan sebagai berikut:
1)
Tujuan Pendidikan Nasional
2)
Tujuan Institusional
3)
Tujuan Kurikuler
4)
Tujuan Instruksional
Berikut penjelasan mengenai tujuan - tujuan pendidikan
nasional:
1) Tujuan
Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional, merupakan pendidikan yang
paling tinggi dalam hirarkis tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat
ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah Pancasila. Di dalam undang-undang
No. 20 Tahun 2004, bab II pasal 2
dituangkan, bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2) Tujuan
Institusional
Tujuan instruksional merupakan tindak lanjut dari tujuan
pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang
melembaga pada suatu tingkatan. Tiap
lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut
dengan tujuan institusional, sehingga dikenal bermacam-macam tujuan insitusional. Keberadaan tujuan
pendidikan mesti menggambarkan kelanjutan dan memiliki relevansi yang kuat
dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak terjadi penyimpangan, maka tujuan
institusional mesti didahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan
pendidikan nasional dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.
3) Tujuan
Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan
institusional. Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga
pendidikan, maka isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang
tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan
kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran
(GBPP pada Kurikulum 1994 selanjutnya disebut silabus pada Kurikulum 2006) dari suatu mata
pelajaran. Pada Silabus tersebut terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu
dicapai oleh siswa setelah ia
menyelesaikannya. Hal ini yang perlu diperhatikan, bahwa tujuan kurikuler
seharusnya mencerminkan tindak lanjut dari tujuan institusional dan tujuan
pendidikan nasional dan menggambarkan tujuan kurikuler. Sehingga akan terlihat
jelas hubungan hirarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
4) Tujuan
Instruksional
a.
Tujuan Instruksional Umum (identik dengan standar
kompetensi)
b.
Tujuan Instruksional Khusus (identik dengan kompetensi
dasar, ditunjukkan oleh indikator)
Tujuan instruksional merupakan tujuan akhir dari tiga
tujuan yang telah dikemukakan terdahulu. Tujuan ini bersifat operasional, yakni
diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang
bersifat langsung dan terjadi setiap hari dibahas. Untuk mencapai tujuan-tujuan
instruksional ini maka biasanya seorang guru perlu membuat Satuan Pelajaran
(SP) atau pada Kurikulum 2006 dikenal sebagai Rencana Pelaksanaan pembelajaran
(RPP). Tujuan instruksional ini dalam upaya mencapai tujuannya sangat
ditentukan oleh kondisi proses mengajar yang ada, antara lain: kompetensi
pendidik, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan dan faktor yang
lain.
Menurut Bloom, dengan bukunya Taxonomy of Educational Objectives
terbitan 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat
digolongkan kedalam 3 domain, yaitu:
a.
Domain Kognitif
Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual seperti mengingat dan memecahkan masalah. Domain kognitif
terbagi menjadi 6 tingkatan yaitu;
¬
pengetahuan (knowledge)
¬
pemahaman (comprehension)
¬
penerapan (application)
¬
analisa
¬
sintesis
¬
evaluasi.
b.
Domain Afektif
Afektif berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai dan afresiasi.
Domain ini memiliki 5 tingkatan, yaitu;
¬
Penerimaan
¬
Merespon
¬
Menghargai
¬
mengorganisasi dan
¬
karakterisasi nilai.
c.
Domain Psikomotor
Psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan
kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Dan tingkatannya yaitu ;
¬
persepsi (perception)
¬
kesiapan
¬
meniru (imitation)
¬
membiasakan (habitual)
¬
menyesuaikan
(adaption)
¬
menciptakan (organization).
B.
Komponen Materi
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum
yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)
Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari
bahan kajian atau topik-topik
pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2)
Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3)
Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4)
Isi / materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan
dan pengalaman yang dikembangkan dan
disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi
:
¬
Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan
prosedur keilmuan.
¬
Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan
moral.
¬
Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai
seninya.
Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam
pembelajaran.
b.
Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan
pendidikan.
c.
Materi kurikulum mengandung aspek tertentu sesuai dengan
tingkat tujuan kurikulum, yang meliputi :
1)
Teori
2)
Konsep
3)
Generalisasi
4)
Prinsip
5)
Prosedur
6)
Fakta
7)
Contoh atau Ilustrasi
8)
Istilah
9)
Definisi
10)
Preposisi
Menurut Hilda Taba (1962) kriteria untuk memilih isi
materi kurikulum yaitu :
a.
Materi harus sahih dan signifikan, artinya menggambarkan
pengetahuan mutakir.
b.
Relevan dengan kenyataan social dan kultur agar anak
lebih memahaminya.
c.
Materi harus seimbang antara keluasan dan kedalaman.
d.
Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan.
e.
Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
f.
Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.
Banyak kegagalan dalam komponen ini karena guru tidak
bisa memberikan pengalaman belajar pada peserta didiknya. Cara untuk mewujudkan
pengalaman peserta didik adalah dengan merancang dan menjabarkan materi
pelajaran menjadi berbagai kegiatan belajar. Menurut Taba kegiatan belajar
menimbulkan pengalaman belajar.
C.
Komponen Proses
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu
proses pengajaran atau pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar
adalah diharapkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini
juga mempunyai keterkaitan erat dengan suasana belajar kreativitas dalam
belajar baik di dalam kelas maupun individual (di luar kelas) merupakan suatu
langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dalam kemampuan guru dalam menciptakan
suasana pengajaran yang kondusif agar aktivitas tercipta dalam peroses
pengajaran. Subandijah (1993) mengemukakan, bahwa guru perlu memusatkan pada
kepribadian dalam mengajar, menerapkan metode mengajarnya, memusatkan pada
proses yang produknya dan memusatkan pada manager dan fasilitator merupakan
suatu tuntunan dalam memperlancar proses belajar mengajar ini.
Semakin maju dunia pendidikan suatu negara maka
peran-peran di atas tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik suatu
negara maka peran-peran di atas tentunya semakin digunakan oleh seorang
pendidik dalam menggeluti profesinya, bagi kita mungkin masih terlalu ideal. Dan
hal yang disampaikan Subandijah tersebut dapat dicapai bila guru dapat:
a.
Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b.
Menerapkan metode mengajarnya
c.
Memusatkan pada proses dan produknya
d.
Memusatkan pada kompetensi yang relevan
D.
Komponen
Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan
kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi sebagai umpan balik guna perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan pengambilan
keputusan tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari komponen program, pelaksanaan dan
hasil yang dicapai.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin ilmu yang berdiri sendiri, ada pihak yang
berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang
menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut
merpakan hubungan sebab akibat, perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada
evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi perubahan evaluasi akan
memberi warna pada pelaksanaan kurikulum, hubungan antara evaluasi dengan
kurikulum bersifat organis dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi kurikulum sukar di rumuskan
secara tegas hal itu disebabkan beberapa faktor :
- Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
- Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep yang digunakan
- Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah
Konsep-konsep evaluasi kurikulum
dibagi menjadi dua, yaitu:
- Deskriptif
- Preskriptif
Luas atau sempitnya suatu suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Doll (1976) mengemukakan
syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum yaitu suatu evaluasi kurikulum
harus nilai dan penilaian. Punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat
menyeluruh dan terus menerus berfungsi diagnostik dan tevintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi,
bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi, salah satu dimensi
yang sering mendapat sorotan adalah kuantitas dan kualitas.
Konsep kurikulum yang menekankan
isi, memberikan peranan besar pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep
penilaian menutut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep
organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar. Pengembangan kurikulum yang
menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapakan situasi belajar dan
menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang
menekankan pada situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan
kurikulum yang menekankan pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan
kurikulum yang menekankan pada isi, kurikulum yang menekankan organisasi,
strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru.
Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum perbedaan
konsep dan strategi pengembangan dan penyebaran kurikulumnya. Juga menimbulkan
perbedaan dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komporatif
atau menekankan pada objek sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional
dan menekankan isi, dalam kurikulum menekankan situasi sukar disusun evaluasi
yang bersifat kompratif karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu tujuan
tetapi terdapat banyak tujuan.
Pada kurikulum yang menekankan
organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi dan hasil kurikulum
bukan hal yang utama, yang utama adalah aktivitas dan kemampuan siswa salah
satu pemecahan bagi masalah ini dengan pendekatan yang bersifat elektrik seprti
dalam proyek kurikulum humanistik dan care (center
for applied research in education) dalam proyek itu dicari perbandingan
materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak
terlatih. Dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan
cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek.
Teori kurikilim dan teori evaluasi,
model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan konsep kurikulum yang digunakan,
seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang
menekankan isi.
Macam-macam model evaluasi yang
dipergunkan bertumpu pada aspek -aspek tertentu yang diutamakan dalam proses
pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat kompratif berkaitan erat
dengan tingkah-tingkah laku individu, evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan
erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum model
(pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi
tingkah-tingkah laku dalam suatu lembaga sosial, dengan demikian sesungguhnya
terdpat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.
a. Peranan
evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat
sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial mempunyai asal usul, sejarah
struktur serta intersef sendiri, beberapa karakteristik dari proyek-proyek
kurikulumyang telah dikembangkan di inggris, misalnya :
1. Lebih berkenaan dengan inovasi
daripada dengan kurikulum yang ada
2. Lebih berskala nasional daripada
lokal
3. Dibiayai oleh grant dari luar yang
berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap
4. Lebih banyak dipengaruhi oleh
kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada kebiasaan lamayang
berupa penelitian social.
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam
kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :
1. Evaluasi sebagai moral judgement,
konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari suatu evaluasi
berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya hal ini
mengandung dua
pengertian, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut
suatu objek evaluasi dapat dinilai, dan evaluasi berisi suatu perangkat
kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai.
2. Evaluasi dan penentuan keputusan,
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulumbanyak
yaitu:guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan
kurikulum dll, beberapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar
dalam penetuan keputusan. Pada prinsipnya tiap individu diatas membuat
keputusansesuai dengan posisinya.
3. Evaluasi dan konsesus nilai dalam
berbagai situasi pendidkan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum
sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam
kegiatan penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam evaluasi pendidikan
dapat terdiri dari :orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum,
administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dsb. Bagaimana
caranya agar dapat diantara mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat di
capai melalui suatu konsensus.
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas
pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk
mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga
digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.
Evaluasi juga merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan
evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan
pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan
hasil evaluasi dapat dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan
dan upaya bimbingan yang diperlukan. Aspek yang dinilai bertitik tolak dari
tujuan yang akan dicapai.
Persyaratan suatu instrument penilaian adalah aspek
validitas, realiabilitas, obyektivitas, kepraktisan dan pembedaan. Penilaian
harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana
terkait dengan pelaksanaan kurikulum sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan
alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.
Dalam evaluasi dapat di kelompokan kedalam dua jenis
yaitu:
a) Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam asfek kognitif. Tes memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki tingkat
validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Kedua memiliki tingkat
reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa menghasilkan informasi yang
konsisten. Tes berdasarkan jumlah peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu
dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah
tes yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes dilihat dari
cara penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk menghasilkan informasi
yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan dan tes standar adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada
masa yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan menjadi tes
tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah soal secara tertulis dan
tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung komunikasi dengan siswa secara
verbal.
b) Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan
untuk asfek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa jenis non
tes yaitu :
·
Observasi
Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah
laku pada situasi tertentu. Observasi dibedakan jadi observasi partisipatif
yaitu dimana observer ikut kedalam objek yang sedang dia observasi. Observasi
non partisipatif yaitu observasi yang dilakukan dengan cara observer murni
sebagai pengamat.
·
Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara
dan yang diwawancarai. Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara langsung apabila
pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang akan dievaluasi. Wawancara
tidak langsung apabila pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara.
·
Studi kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam
periode tertentu secara terus menerus.
·
Skala Penilaian
Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat
penilaian dengan mengunakan alat yang telah disusun dari yang negatif sampai
positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal membubuhi tanda.
E.
Organisasi
Kurikulum
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum
yang berupa kerangka umum program-pengajaran pengajaran yang akan disampaikan
kepada peserta didik (Nurgiantoro, 1988: 111). Adapun S. Nasution (1989: 80)
menyebutkan dilihat dari organisasi kurikulum terdapat 3 tipe atau bentuk
kurikulum, yakni:
(1) Separated Subject Curriculum;
(2) Correlated Curriculum;
(3) Integrated Curriculum.
Sebenarnya pemisahan tersebut lebih bersifat teoritis, karena
pada kenyataannya tidak ada kurikulum yang secara mutlak mendasarkan pada salah
satu bentuk saja tanpa mengaitkannya dengan yang lain. Berikut uraian dari
organisasi kurikulum:
a.
Separated
Subject Curriculum
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran
yang terpisah dan tidak mempunyai kaitan sama sekali. Sehingga banyak jenis
mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata pelajaran yang
diberikan cukup bervariasi bergantung pada tingkat dan jenis sekolah yang
bersangkutan. Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung jawab terletak
pada masing-masing guru atau pendidik yang menangani suatu mata pelajaran yang
dipegangnya.
Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini lebih
bersifat subject centered, berpusat ada bahan pelajaran daripada child centered
yang berpusat pada minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini jelas kurikulum
bentuk terpisah sangat menekankan pembentukan intelektual dan kurang
mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari kurikulum ini,
antara lain:
1)
Penyajian bahan pelajaran dapat disusun secara logis dan sistematis;
2)
Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana dan
tidak terlalu sulit untuk direncanakan, serta
mudah dilaksanakan
3)
Mudah dievaluasi dan dites
4)
Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai
perguruan tinggi
5)
Pendidik atau guru sebagai pelaksana kurikulum dalam mempergunakannya
lebih mudah
6)
Tidak sulit untuk diadakan perubahan-perubahan
7)
Lebih tersusun secara sistematis.
Di samping adanya keuntungan kurikulum bentuk tersebut, ada
juga beberapa kelemahan dari bentuk separated subject curriculum, sebagai
berikut:
1)
Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya tidak
relevan dengan kenyataan dan tidak mendidik anak dalam menghadapi stuasi
kehidupan mereka;
2)
Tidak memperhatikan masalah sosial kemasyarakatan yang
dihadapi peserta didik secara faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini
disebabkan hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku atau teks
3)
Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan peserta didik
4)
Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan kurang
memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial peserta
didik serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual
5)
Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan kemampuan
berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan pengetahuan dengan cara hafalan
6)
Separated curriculum ini cenderung menjadi statis dan
tidak bersifat inovatif.
b.
Correlated
Curriculum
Correlated curriculum adalah bentuk kurikulum yang
menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran
tersebut.
Hubungan antar mata pelajaran dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
(1)
Insidental artinya secara kebetulan ada hubungan antar
mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran
IPA disinggung tentang mata pelajaran geografi dan sebagainya.
(2)
Menghubungkan secara lebih erat jika terdapat suatu pokok
bahasan yang dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral
dan etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama.
(3)
Batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan dengan
menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran. Penggabungan antara
beberapa mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad field. Misalnya mata
pelajaran bahasa merupakan peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis,
mengarang, menyimak dan pengetahuan bahasa.
Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk correlated
mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan yang dimaksud
antara lain:
1.
Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada peserta
didik, yang mana dalam pelajaran disoroti dari berbagai bidang dan disiplin
ilmu
2.
Dapat menambah interes dan minat peserta didik terhadap
adanya hubungan antara berbagai mata pelajaran;
3.
Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan lebih mudah
dalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai mata pelajaran
4.
Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan
lebih fungsional
5.
Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip
daripada pengetahuan (knowledge) dan penguasaan fakta-fakta.
Selain itu correlated curriculum juga mempunyai kelemahan,
antara lain:
a)
Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung
dengan kebutuhan dan minat peserta didik
b)
Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang
sistematis pada berbagai mata pelajaran
c)
Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis
dan sistematis;
d)
Kebanyakan di antara para pendidik atau guru kurang
menguasai antar disiplin ilmu, sehingga mengaburkan pemahaman peserta didik
atau siswa.
c.
Integrated
Curriculum
Dalam integrated curriculum mata pelajaran dipusatkan
pada suatu masalah atau unit tertentu. Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran
diharapkan dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta didik yang sesuai dengan
lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, hal-hal yang diajarkan di sekolah
harus disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di luar
sekolah.
Organisasi kurikulum ini mempunyai kelebihan, sebagai
berikut:
1.
Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat
bertalian erat
2.
Sangat sesuai dengan perkembangan moderen tentang belajar
mengajar
3.
Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan
masyarakat
4.
Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta didik
dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja sendiri dan memikul tanggung jawab
bersama serta bekerja sama dalam kelompok
5.
Penyajian bahan disesuaikan dengan kemampuan individu, minat
dan kematangan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok.
Adapun kelemahan dari organisasi kurikulum ini adalah:
1.
Pendidik atau guru tidak dilatih melakukan kurikulum
semacam ini
2.
Organisasinya tidak logis dan kurang sistematis
3.
Terlalu memberatkan tugas pendidik
4.
Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum
5.
Peserta didik dianggap tidak mampu ikut serta dalam
menentukan kurikulum;
6.
Sarana dan prasarana yang kurang memadai untuk menunjang
pelaksanaan kurikulum tersebut.
2.2. TEORI DAN KONSEP
KURIKULUM
Teori
kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan
antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan
dan evaluasi kurikulum.
Konsep
terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep
kurikulum.
1. Konsep kurikulum
Konsep
terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a.
Konsep pertama,
kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu
kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi
murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi.
Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b.
Konsep kedua, adalah
kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu
sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem
kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c.
Konsep ketiga,
kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu
bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan
ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang
mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum.
Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.
Seperti
halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut
untuk:
1)
mengembangkan
definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
2)
mengadakan klasifikasi
tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
3)
melakukan penelitian
inferensial dan prediktif,
4)
mengembangkan
subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat
tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui
pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun
bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan Teori Kurikulum
Perkembangan
teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan
McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun
1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis
pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan
analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam
penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam
mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar
pengembangan kurikulum.
Menurut
Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan
manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah
kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan
tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai
untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada
tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan
menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi
tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu
ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta
pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori
kurikulum.
Werrett
W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis
kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih
menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada
dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters:
1.
Keduanya
setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam
pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2.
Keduanya bertolak pada
asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang
dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan
tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain
yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa.
Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam
bentuk yang sistematis.
Mulai
tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan
yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang
menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang
dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini.
Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas
minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa
belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan
teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya
sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), itu mengembangkan konsep
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka
Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan
kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi
dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum,
dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi,
menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada
tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang
teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama
teori kurikulum:
a.
Mengidentifikasi
masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan
konsep-konsep yang mendasarinya,
b.
Menentukan hubungan
antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
c.
Mencari atau meramalkan
pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah
tersebut.
Ralph
W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian
kurikulum:
1.
Tujuan pendidikan yang
manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2.
Pengalaman
pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut?
3.
Bagaimana
mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4.
Bagaimana kita
menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat
pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para
pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan
pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari
George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah
tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp,
teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori
dalam ilmu-ilmu lain.
Hal-hal
yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan
istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi
pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep,
generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan
dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam
makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan
teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama
filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam :
(1)
Merumuskan dan
mempertimbangan tujuan pendidikan,
(2)
Memilih dan menyusun
bahan,
(3)
Perluasan bahasa khusus
kurikulum.
James
B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem
dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar
(teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan
dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem
yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep
kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori
kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam
teori kurikulum.
Broudy,
Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema
yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai
dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang
studi, yaitu:
a.
Landasan kurikulum,
b.
Isi kurikulum,
c.
Desain kurikulum,
d.
Rekayasa kurikulum,
e.
Evaluasi dan
penelitian,
f.
Pengembangan teori.
Thomas
L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari
biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi
kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan
strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional
ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1)
Pertanyaan umum tentang
fenomena kurikulum,
(2)
Sistem kurikulum,
(3)
Unit analisis dan
unsurunsurnya,
(4)
Struktur sistem kurikulum,
(5)
Fungsi sistem
kurikulum,
(6)
Proses kurikulum, dan
(7)
Prosedur analisis
struktural-fungsional.
Alizabeth
S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori
kurikulum, yaitu:
1. Teori
kurikulum (curriculum theory),
2. Teori
kurikulum-formal (formal-curriculum
theory),
3. Teori
kurikulum valuasional (valuational
curriculum theory),
4. Teori
kurikulum praksiologi (praxiological
curriculum theory).
Teori
kurikulum (curriculum Theory atau event
theory) merupakan teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan
kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang
bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori
kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan
perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji
masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang.
Teori
kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai
tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh
pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi
kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz
Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi
sistem pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan
seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan
tujuan dan bukan dengan kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut,
pengalaman belajar anak menjadi bagian dari pengajaran.
Johnson
menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1.
A
curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2.
Selection
is an essential aspect of curriculum formulation.
3.
Structure
is an essential charactistic of curriculum.
4.
Curriculum
guide instrcution
5.
Curriculum
evaluation involeves validation of both selection and structure.
6.
Curriculum
is the criterion for instructional evaluation.
Jack
R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor,
artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan
adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum
menurut Frymier meliputi tiga langkah:
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada
beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum,
yaitu:
a.
Definisi kurikulum,
b.
Sumber-sumber
kebijaksanaan kurikulum,
c.
Desain kurikulum,
rekayasa kurikulum,
d.
Peranan nilai dalam
pengembangan kurikulum,
e.
Implikasi teori
kurikulum.
Semua
rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar
definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta
struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai
bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan
suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan
pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum?
Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang
lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum,
umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah
kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut?
Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana
dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang makna perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
3. Desain dan Rekayasa Kurikulum
Telah
diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain
kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain
kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar
yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam
desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara
satu unsur dengan unsur lainnya, prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal
yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
Dalam
desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1)
Substansi, unsur-unsur
serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) Model
pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses
pengajaran.
Menurut
Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) Kurikulum
merupakan dokumen tertulis,
(2) Berisi
garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut
desain kurikulum disusun,
(3) Isi
atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada
dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
1. Ketentuan-ketentuan
tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
2. Kurikulum itu
dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa
kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di sekolah,
upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat
berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para
pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala
Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian
Kurikulum di Direktorat.
Dengan
menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat
tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga
mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai
bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan
sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh
sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
a. Arena
atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
b. Keterlibatan
orang-orang dalam proses kurikulum,
c. Tugas-tugas
dan prosedur perencanaan kurikulum,
d. Tugas-tugas
dan prosedur implementasi kurikulum,
e. Tugas-tugas
dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari
semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (hal. 82) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1.
Setiap teori kurikulum
harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang
dicakupnya.
2.
Setiap teori kurikulum
harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal
tolaknya.
3.
Setiap teori kurikulum
perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4.
Setiap teori kurikulum
harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di
antara proses tersebut.
5.
Setiap teori kurikulum
hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
2.3. LANGKAH -
LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
a.
Sumber
Pengembangan Kurikulum
Dari
kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau
landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak
dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak
bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari
kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas
hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa.
Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan
budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan
budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi
kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan
dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan
lain-lain.
Sumber
lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang
belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada
anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang telah ada pada anak. Anak
menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga
pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa,
perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum
bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa,
serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa
pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada
pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan
kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang
menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan
bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis.
Pertanyaan
pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang
harus diajarkan di sekolah? Ini
merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan
dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria
penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir
yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di
Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan
dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill negara bagian. Di
Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja
sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan
penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi
rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
penyusunan kurikulum.
b.
Langkah - Langkah
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran
(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection
of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization
of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
1. Merumuskan Tujuan
Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat
tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
·
Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan
tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat
(source of society), dan konten (source of content).
·
Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective
atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology),
kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu
landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar
(psychology of learning).
·
Tahap ketiga adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).
2.
Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami
definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of
learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau
dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning
activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar
berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang
ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah :
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah :
·
Pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh
tujuan yang akan dicapai,
·
Pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa
memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan
oleh sasaran hasil,
·
Reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar
memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat),
·
Pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dan
·
Pengalaman belajar yang
sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).
3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan
untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum
tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori,
konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan
masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan
yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan
dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan
pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan
disampaikan.
4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum
adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang
terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi
yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi
dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses
pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu
model Saylor, Alexander, dan Lewis, dan model CIPP yang didesain
oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation yang diketuai
Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu:
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu:
·
penggambaran
(delineating),
·
perolehan
(obtainin),
·
penyediaan
(providing);
Tiga
kelas perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme; dan
empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe
keputusan ( planning, structuring, implementing, dan recycling).
Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh
sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Banyak evaluasi
kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja. Dalam mengevaluasi
harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu:
·
utility,
·
feasibility,
·
propriety,
·
accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan kurikulum. Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.
Dalam
kegiatan mengembangkan suatu kurikulum maka kita memerlukan prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan yaitu prinsip:
·
relevansi,
·
efektifitas,
·
efisiensi,
·
kesinambungan
·
fleksibilitas.
Salah
satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah menyiapkan peserta
didik untuk hidup di kemudian hari. Dikatakan bahwa bentuk paling sederhana
dari kurikulum adalah merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai, pengetahuan,
keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada peserta didik dengan
harapan bahwa keseluruhan yang dihantarkan tersebut merupakan bekal para
peserta didik dalam mengembangkan diri di dalam masyarakat dikemudian hari.
Pengembangan kurikulum
pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal berikut :
1. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2. Pendidikan
merupakan proses transisi
3. Manusia
dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah
informasi.
Atas dasar inilah, maka
diperlukan suatu proses pengembangan kurikulum yang merupakan suatu masalah
pemilihan kurikulum yang penyelesaiannya dapat ditinjau dari berbagai
pendekatan antara lain pendekatan atas dasar keperluan pribadi. Untuk
merealisasikannya, maka diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan
pendekatan yang sesuai.
Ulasan teoritis tentang
suatu konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi. Pengembangan kurikulum
model tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ulasan
teoritis tersebut menetapkan titik berat ulasan yang berbeda-beda, ada yang
menitikberatkan pada organisasi kurikulum, ada pula yang menitikberatkan pada
hubungan antar pribadi dalam pengembangan kurikulum.
Banyak model dalam
pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam pelaksanaannya. Namun ada
hal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan model pengembangan
kurikulum yang mungkin dapat diterapkan. Hal tersebut adalah bahwa penerapan
model-model tersebut sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang konstan,
sehingga ulasan tentang model-model yang dibahas dapat terungkapkan secara
konsisten.
Model-model
pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah :
a. The Administrative Model
Model
pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak
dikenal. Diberi nama model administrative atau line staff karena inisiatif dan
gagasan pengembangan dating dari para administrator pendidikan dan menggunakan
prosedur administrasi. Model ini dikenal dengan adanya garis staf atau model
dari atas ke bawah (top-down).
Cara kerja model
ini adalah : pejabat pendidikan membentuk panitia pengarah yang biasanya
terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan staf pengajar inti.
Panitia pengarah ini bertugas merencanakan, member pengarahan tentang garis
besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
Selesai
pekerjaan tersebut, mereka menunjuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan
keperluan anggota-anggota. Kelompok kerja umunya terdiri atas staf pengajar dan
spesialis kegiatan belajar. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan
kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila
dipandang perlu dan meskipun hal ini jarang terjadi, akan diadakan uji coba
untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi
lainnya yang ditunjuk oleh panitia pengarah dan anggotanya terdiri atas
sebagian besar kepala-kepala sekolah. Setelah selesai, maka pekerjaan itu
diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah sekali lagi kemudian
diimplementasikan.
b. The Grass – Roots Model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan dating dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model ini didasarkan pada pandangan bahwa implementasi
kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana sudah sejak
semula diikutsertakan dalam pengembangan kurikulum.
Kegiatan
pengembangan kurikulum cara ini sangat memperhatikan kerja sama dengan orang
tua, peserta didik dan masyarakat.
Kerja sama
diantara sesame pengajar dengan sendirinya merupakan bagian yang penting dalam
model ini. Kedudukan administrator hanyalah cukup memberikan bimbingan dan
dorongan saja dan staf pengajar akan melaksanakan tugas pengembangan kurikulum
secara demokratis.
Biasanya pada
langkah-langkah tertentu diselenggarakan lokakarya untuk membahas
langkah-langkah selanjutnya. Lokakarya akan melibatkan staf pengajar, kepala
sekolah, orang tua peserta didik, orang awam lainnya, para konsultan dan
narasumber lainnya.
c. The Demonstration Model
Model
demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-roots, dating dari bawah. Pembaharuan
kurikulum dilakukan oleh sejumlah staf pengajar dalam satu sekolah yang
terorganisasi. Jika hasil pembaharuan tersebut berhasil maka sekolah lainnya
mengadopsinya. Selain secara formal ini dapat pula dilaksanakan secara tidak
formal. Hal ini berarti, staf pengajar bekerja dalam bentuk organisasi
terstruktur atau bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini pembaharuan kurikulum
dicontohkan dalam skala kecil oleh para pengajar lainnya.
d. Beauchamps Model
Model
pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum.
Beauchamp mengemukakan lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan mengenai
pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Pekerjaan yang harus
dilakukan adalah menemukan “arena” pengembangan kurikulum. Arena ini berupa
kelas, sekolah, sistem persekolahan regional maupun nasional.
2.
Memilih dan
mengikutsertakan pengembangan kurikulum, yang terdiri atas spesialis kurikulum,
perwakilan kelompok yang professional, staf pengajar, penyuluh, orang awam.
Penentuan orang tersebut tergantung pada penentuan arena.
3.
Pengorganisasian dan
penentuan prosedur perencanaan kurikulum meliputi penentuan tujuan, materi dan
kegiatan belajar. Untuk keperluan itu ditempuh :
·
Penentuan Dewan
Kurikulum sebagai koordinator umum penyusunan kurikulum.
·
Penilaian praktek
kurikulum yanga sedang berjalan.
·
Pemilihan alternatif
materi pelajaran baru.
·
Penentuan kriteria dan
pemilihan alternatif bagian kurikulum.
·
Penulisan secara
menyeluruh tentang kurikulum yang dikehendaki..
4.
Mengimplementasikan
kurikulum secara sistematis
5.
Menyelenggarakan
evaluasi kurikulum. Hall yang dievaluasi meliputi :
·
Penggunaan kurikulum
oleh staf pengajar
·
Rencana kurikulum
·
Hasil belajar peserta
didik
·
Sistem kurikulum
e. Taba’s Inverted Model
Menurut cara
yang bersifat tradisional dan lazim dilakukan, pengembangan kurikulum ditempuh
atau dilakukan secara deduktif. Dalam model Hilada Taba ini hal iatu ditempuh
secara induktif, sehingga model Hilda Taba ini dikenal dengan nama model
terbalik Hilda Taba/ Taba’s Inverted Model. Taba berpendapat model deduktif ini
kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi baru. Menurutnya
pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru
adalah yang bersifat deduktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari
model tradisional.
Langkah-langkah
yang ditempuh pada
model ini meliputi lima langkah, yaitu :
1. Sejumlah
staf pengajar terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum yang akan
dieksperimenkan dengan jalan :
a. Mendiagnose
kebutuhan
b. Memformulasikan
isi
c. Memilih
isi
d. Mengorganisasikan
isi
e. Memilih
pengalaman belajar
f. Menilai
g. Mengecek
perimbangan kedalaman dan keluasan materi pelajaran
2. Mengujicoba
unit-unit dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan belajar-mengajarnya.
3. Merevisi
hasil yang diujicobakan serta mengkonsultasikannya.
4. Mengembangkan
kerangka teoritis.
5. Langkah
yang paling akhir adalah mengasembling dan mendiseminasikan hasil yang telah
diperoleh. Pada tahap ini perlu dipersiapkan staf pengajar dalam penataran,
program lokakarya dan lain sebagainya.
f. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers (Roger’s
Interpersonal Relations Model)
Rogers adalah
seorang psikolog yang juga berminat dalam bidang pendidikan. Ia mendasarkan
pendangannya pada kurikulum yang diperlukan dalam rangka pengembangan individu
yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi perubahan. Menurut Roger’s
manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan
potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu
ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu
memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut.
Guru serta
peserta didik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan
anak, mereka hanyalah pendorong dan pelancar perkembangan anak.
Atas dasar
itulah, maka kurikulum yang seduai akan terwujud jika disusun dan diterapkan
oleh pendidik yang luwes, terbuka dan berorientasi pada proses. Untuk itu
diperlukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif. Kelompok latihan
sensitif ini seharusnya terdiri atas 10-15 orang dengan seorang pengajar
sebagai fasilitator.
Kelompok ini
tidak berstruktur dan diharapkan dapat merupakan lingkungan yang memungkinkan
orang secara individual berekspresi secara bebas dan dapat berkomunikasi secara
interpersonal secara bebas.
Langkah-langkah
dalam pengembangan kurikulum model ini adalah :
1.
Pemilihan target dari
sistem pendidikan
2.
Partisipasi peran guru
dalam pengalaman kelompok yang intensif
3.
Pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran.
4.
Partisipasi orang tua
dalam kegiatan kelompok
Selain
pertemuan-pertemuan tersebut Rogers juga menyarankan diadakan pertemuan
vertikal yang menghilangkan hierarki birokrasi dan status sosial. Jadi model
pengembangan kurikulum Rogers ini mendukung adanya perubahan tingkah laku dalam
hal bagaimana merasakan dan bagaimana memandang sesuatu. Dengan demikian
diharapkan agar keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum akan lebih
realistis karena diselenggarakan dalam suasana bebas tanpa tekanan.
g. Model Systematic Action-Recearch Model
Model kurikulum
ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan
sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua,
siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari
sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu ada 3 faktor yang dijadikan bahan
pertimbangan dalam model ini, yaitu :
1.
Adanya hubungan antara
manusia
2.
Organisasi sekolah dan
masyarakat
3.
Otoritas ilmu
Kurikulum
dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh
masyarakat, pengusaha, siswa, guru dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang
bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar dan bagaimana peranan kurikulum
dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukan pendangan
dan harapan-harapan masyarakat dan salah satu cara untuk mencapai hal itu
adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama,
mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian
tersebut, dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi
masalah tersebut serta tindakan pertama yang harus diambil.
Kedua,
menyelenggarakan atau mengimplementasikan rencana yang telah disusun. Usaha ini
diikuti dengan usaha pencarian fakta secara meluas sehubungan dengan persoalan
tersebut agar dapat diadakan penilaian tentang kelebihan dan kekurangannya.
h. Model Teknologis (Emerging
Technical Models)
Perkembangan
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektifitas
dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
1.
The
Behavioral Analysis Model, memulai kegiatannya
dengan jalan melatih kemampuan peserta didik dari yang sederhana sampai yang
kompleks secara bertahap.
2.
The
System Analysis Model, memulai kegiatannya
dengan menjabarkan tujuan khusus kemudian menyusun alat-alat pengukur untuk
menilai keberhasilannya dan dalam pada itu mengidentifikasi sejumlah
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyelenggaraannya.
3.
The
Computer-Based Model, memulai kegiatannya
dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan
tujuan-tujuan intruksional khusus. Kemudian pengajar dan siswa diwawancarai
tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu disimpan dalam komputer.
Data komputer tersebut dimanfaatkan dalam menyusun isi materi pelajaran untuk
peserta didik.
2.4. KURIKULUM KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Dalam sejarah
kurikulum di Indonesia, kita mengenal beberapa kurikulum. Pada Masa orde lama,
di kenal kurikulum 1947, 1952 dan 1964. Masa orde baru muncul kurikulum 1975
yang disempurnakan menjadi Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan
disempurnakan lagi menjadi kurikulum 1994. Era reformasi, muncul kurikulum
2004, yang diberi nama kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Selama masa
berlakunya, KBK ini mengalami perubahan pada pola standar isi dan standar
kompetensi sehingga melahirkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Setiap
kurikulum yang pernah dipakai masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan KTSP dibandingkan dengan kurikulum pendahulunya adalah bahwa KTSP
dapaty mendorong terwujudnya otonomi penyelenggaraan pendidikan oleh Sekolah. Dengan
otonomi tersebut, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara
bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi lingkungan sekolah tersebut. Dalam merumuskan KTSP, sekolah tidak bisa
berjalan sendiri tetapi harus bermitra dengan stakeholder pendidikan, misalnya,
dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan
sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab
dan memenuhi kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
KTSP juga dapat
mendorong guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kreativitas mereka dalam
penyelenggaraan program pendidikan. Sekolah dan guru diberi keleluasaan untuk
merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan KTSP tersebut sesuai dengan
situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh
sekolah. Sekolah dan guru dapat dengan leluasa mengembangkan standar yang lebih
tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan yang telah ditentukan.
KTSP juga memberikan ruang bagi setiap sekolah untuk lebih menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luar biasa untuk mengembangkan
kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya.,karena KTSP
tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar di kelas.
Dalam
penerapannya, KTSP menemui banyak kendala seperti masih minimnya kualitas guru
dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi
pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan KTSP tersebut baik di atas
kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi,
juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif juga
merupakan kendala yang banyak dijumpai di lapangan, banyak satuan pendidikan
yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi
syarat utama pemberlakuan KTSP.
Terlepas dari
kendala tersebut, pada masa awal pemberlakuan KTSP cukup membawa angin segar
pada sistem pendidikan di Indonesia. Secara prinsip, KTSP dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi, kerakteristik daerah dan sosial budaya
masyarakat setempat. KTSP dianggap sebagai kurikulum otonom yang berbasis
kerakyatan, karena dalam KTSP dijamin adanya muatan kearifan lokal, guru juga
diberikan kesempatan untuk memaksimalkan segala potensi yang ada
dimasing-masing daerah.
KTSP terbukti
sangat ideal dalam tataran konsep tertulis, namun ternyata tidak demikian dalam
tataran praktek. KTSP yang dianggap sebagai kurikulum yang otonomi
(desentralisasi), karena disusun oleh setiap satuan pendidikan, namun pada
kenyataannya tetap saja bersifat sentralisme, yaitu melalui
penyeragaman-penyeragaman, standar isi dan kompetensinya telah ditentukan oleh
pusat. Standarisasi kelulusan setiap peserta didik tetap diukur dengan
menggunakan UAN yang nota bene bersifat nasional. Ini jelas kontradiktif dengan
semangat KTSP yang mengakomodir kearifan lokal sebagai komponen penting
pendidikan. Merupakan tindakan tidak tepat apabila kualitas pendidikan di desa
disamakan dengan kualitas pendidikan di kota.
a.
Landasan
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU
20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2),
(3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1),
(2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP
19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5
ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6),
(7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11
ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1),
(2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18
ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi SI mencakup lingkup
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan
struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap
mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan
dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana
yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
b.
Tujuan Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.
c.
Pengertian
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi
dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran
standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Tujuan tertentu
ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan
dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan
tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan
acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP
19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP
jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan
mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus
mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP
19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan
Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan
pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah
penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan
langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai
salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL
dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP,
tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat
memberi kesempatan peserta didik untuk :
·
belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
·
belajar untuk memahami dan
menghayati,
·
belajar untuk mampu melaksanakan
dan berbuat secara efektif,
·
belajar untuk hidup bersama dan
berguna untuk orang lain,
·
belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
Pada
prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas
Nomor 24 Tahun 20 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi
adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi
merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
memuat:
- kerangka dasar dan struktur kurikulum,
- beban belajar,
- kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
- kalender pendidikan.
SKL digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional
yang telah disepakati.
Pemberlakuan
KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala
sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata
lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak
ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite
sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan
keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan
sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat
.
d.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman
pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan
pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus
dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman
pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
·
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
·
Beragam dan terpadu
·
Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
·
Relevan dengan kebutuhan
kehidupan
·
Menyeluruh dan berkesinambungan
·
Belajar sepanjang hayat
·
Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga
kegiatan yang tak formal. (Nasution, 2008:5)
Fungsi kurikulum dalam proses apendidikan, yakni
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai
alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling
mendukung satu sama lainnya. Lima komponen kurikulum yaitu:
1.
Tujuan,
2.
Isi dan struktur program,
3.
Organisasi dan strategi,
4.
Sarana
5.
Evaluasi.
Teori kurikulum adalah
suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah,
makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur
kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi
kurikulum.
Ada
tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan
sebagai bidang studi.
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi
dasar itu disebut model atau konstruksi. Pengembangan kurikulum model tersebut
merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau
dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.
Model-model pengembangan kurikulum tersebut
diantaranya adalah :
1.
The
Administrative Model
2.
The
Grass-Roots Model
3.
The
Demonstration Model
4.
Beauchamp’s
Model
5.
Taba’s
Inverted Model
6.
Roger’s
Interpersonal Relations Model
7.
The
Systematic Action-Research Model
8.
Emerging
Technical Models
a.
The
Behavioral Analysis Model
b.
The
System Analysis Model
c.
The
Computer-Based Model
KTSP
adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada
suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abbatt. 1998. Pengajaran yang Efektif. Jakarta: IKAPI.
Ali, Mohammad.
2003. Pendidikan untuk Pembangunan
Nasional. Bandumg: Grasindo.
Hasan, Said Hamid. 2005. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Prayitno. 2002. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan.
Bandung: Grasindo.
Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Comments